“Aku mau ke toilet”. Septa segera
berjalan ke ujung lorong dan segera penjaga perempuan itu mengikuti Septa dari
belakang. Posisi kamar kecil itu berada disamping tangga menuju kelantai bawah,
Septa melirik ke bawah dan beruntung sekali pintu bawah tidak ditutup,
sepertinya ada petugas kebersihan yang sedang bersih-bersih. Septa mempercepat
langkahnya dan ketika semakin dekat dengan tangga, Septa memutuskan untuk kabur.
Septa berlari kencang kearah bawah, kontan saja semua penjaga berhambur untuk
berusaha mengejar Septa dan ketika hendak sampai dipintu keluar tiba-tiba
“Bruak” pintu tertutup, Vian berdiri dan terlihat sangat marah.
“Mau kemana kau?”.
“V..i..a..n..”.
“Kamu harus diberi pelajaran”.
Vian menarik paksa Septa menuju kamar. Septa berteriak-teriak dan memukul-mukul
tangan Vian tapi tetap saja cengkraman tangan Vian terlalu kuat untuk Septa.
“Cukup aku sabar dengan tingkahmu,
sudah berapa kali aku bilang jangan berusaha untuk kabur Septa”. Vian terlihat
sangat marah ketika mereka berada di dalam kamar Septa. Septa sedikit takut
dengan sikap dan teriakan Vian. Pasalnya sudah yang ketiga kali ini Septa
berusaha untuk kabur, yang pertama ia kabur lewat balkon rumah sehingga membuat
pintu yang menuju kearah balkon di kunci dan di rantai tidak bisa terbuka, pada
usaha yang pertama Septa gagal karena ketahuan oleh penjaganya. Yang kedua
ketika Vian datang dan semua penjaga dipanggil oleh Vian, Septa sempat kabur
namun gagal karena Vian memergokinya. Dan kali ini usahanya yang hampir
berhasil juga gagal.
“Mau kamu apa? Aku tidak mengerti
mau kamu apa, aku bosan dirumah ini AKU BOSAN”. Teriak Septa. Teriakan Septa
mampu terdengar oleh para penjaga yang tentunya nanti harus siap-siap kena
semprot oleh Vian karena hampir saja membuat Septa kabur.
“Kamu harus menanggung apa yang
sudah keluargamu lakukan di masalalu”. Ujar Vian, sorot matanya tampak begitu
marah.
“Maksud kamu apa?”.
“Mungkin kamu hanya korban dari
kesalahan kakakmu Tio. Kamu tentunya sedikit ingat dengan kakakmu Tio”.
“Kakakku?Tio?Siapa?Aku sama sekali
tidak tahu dengan itu semua, aku yatim piatu dan tidak punya keluarga”. Vian
tersenyum sisnis, sebenarnya Vian sudah tahu kalau pasti Septa tidak ingat kalau
dulunya ia pernah punya keluarga, ia punya orang tua dan kakak laki-laki
bernama Tio. Septa adalah anak dari seorang pengusaha perkebunan, Andre
Kamajaya. Dulu perusahaan orang tua Septa sangatlah besar dan karena itulah Tio
yang memang satu-satu pewaris perusahaan Kamajaya bisa bersikap seenaknya
sendiri. Tio lelaki yang sombong dan segala yang ia inginkan harus dipenuhi.
Waktu itu Tio ingin menjadikan Mira, kakak perempuan Vian sebagai istrinya
namun Mira tidak setuju. Mira tidak mencintai Tio, tetapi bukan Tio namanya
kalau keinginannya tidak terpenuhi. Tio menculik paksa Mira dan memaksa Mira
untuk mau menjadi istrinya. Keluarga Vian sudah melakukan berbagai cara untuk
bisa menemukan Mira, tetapi hukum lebih berpihak kepada uang dan kasus
hilangnya Mira tidak diteruskan. Selang beberapa bulan setelah penculikan Mira,
mama Vian jatuh sakit karena terlalu depresi memikirkan Mira dan akhirnya
meninggal dunia. Sedangkan Papanya mengalami kecelakaan pada saat 1 minggu
setelah meninggalnya Mama Vian. Vian hidup sendiri dan ia bertekat untuk
membalaskan dendam keluarganya kepada keluarga Kamajaya.
Vian semakin lama tumbuh menjadi
seorang pria yang tegar dan pintar, ia mulai membangun bisnis warisan orang
tuanya yang sempat hampir bangkrut. Hingga sampai ia mendengar bahwa perusahaan
Kamajaya mengalami kebangkrutan karena Tio tidak mampu untuk mengelola
perusahaan dengan sikapnya yang suka menghambur-hamburkan uang. Vian juga masih
terus mencari keberadaan Mira dan sampai akhirnya ia mendengar bahwa Mira mengalami
kecelakaan ketika hendak kabur dari Tio. Vian sangat terpukul ketika tahu
berita itu dan saat ini ia membulatkan tekatnya untuk benar-benar harus
bisa membalaskan dendamnya kepada semua
keturunan Kamajaya.
Setelah bangkrutnya perusahaan
Kamajaya dikabarkan bahwa Andre Kamajaya mulai sakit-sakitan dan akhirnya
meninggal dunia. Sementara istrinya beserta Tio dan Septa kecil ketika hendak
berpindah dari rumahnya ke rumah warisan neneknya mengalami kecelakaan yang membuat
Mama dan Kakak Septa meninggal dunia. Septa pada saat itu masih berumur 4
tahun. Vian yang mengetahui kecelakaan itu berinisiatif untuk membawa Septa dan
menaruh Septa di Yayasan keluarganya. Pada saat itu Vian sudah berumur 23
Tahun.
Sekarang Septa sudah besar, Septa
sudah berumur 20 tahun, ia tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar. Vian juga
selalu mengamati setiap perkembangan Septa. Vian berniat membuat Septa
merasakan apa yang Mira rasakan. Tersekap di tempat yang kita tidak tahu tanpa
ada aktivitas apapun dan tanpa boleh kemanapun itu sangat menyiksa dan itu yang
ingin Vian berikan kepada Septa.
“Kau paham”. Penjelasan panjang
lebar Vian begitu membuat Septa terkejut. Selama ini ia sama sekali tidak
mengingat tentang keluarganya. Tapi ia memamng sering bermimpi seorang wanita
yang memeluknya dengan saying, seorang pria muda yang walaupun kelihatannya
arogan tapi ketika memandang Septa raut wajahnya berubah jadi begitu hangat.
Mungkin mimpi – mimpinya selama ini itu adalah tentang keluarganya.
Tanpa terasa Septa meneteskan air
matanya, menangisi kekejaman kakaknya dan menangisi kenapa ia tidak ikut
meninggal pada saat kecelakaan itu terjadi.
“Kau seharusnya bersukur karena
aku masih mau memungutmu dan membuatmu bisa tinggal serta mendapatkan pekerjaan
di Yayasan ku”.
“Aku lebih memilih mati daripada
tahu semua kenyataan yang terjadi dimasa lalu keluargaku. Aku sama sekali tidak
menahu dengan semua kejadian itu, tetapi kenapa kamu melampiaskan semuanya
kepadaku”.
Vian berjalan mendekati Septa,
jarak mereka sangat dekat hingga Septa bisa merasakan hembusan nafas Vian di
wajahnya. Vian setengah berbisik ketelinga Septa, “Karena kau adalah Kamajaya.”