Selasa, 07 Januari 2014

No Tittle Part 3

“Aku mau ke toilet”. Septa segera berjalan ke ujung lorong dan segera penjaga perempuan itu mengikuti Septa dari belakang. Posisi kamar kecil itu berada disamping tangga menuju kelantai bawah, Septa melirik ke bawah dan beruntung sekali pintu bawah tidak ditutup, sepertinya ada petugas kebersihan yang sedang bersih-bersih. Septa mempercepat langkahnya dan ketika semakin dekat dengan tangga, Septa memutuskan untuk kabur. Septa berlari kencang kearah bawah, kontan saja semua penjaga berhambur untuk berusaha mengejar Septa dan ketika hendak sampai dipintu keluar tiba-tiba “Bruak” pintu tertutup, Vian berdiri dan terlihat sangat marah.
“Mau kemana kau?”.
“V..i..a..n..”.
“Kamu harus diberi pelajaran”. Vian menarik paksa Septa menuju kamar. Septa berteriak-teriak dan memukul-mukul tangan Vian tapi tetap saja cengkraman tangan Vian terlalu kuat untuk Septa.
“Cukup aku sabar dengan tingkahmu, sudah berapa kali aku bilang jangan berusaha untuk kabur Septa”. Vian terlihat sangat marah ketika mereka berada di dalam kamar Septa. Septa sedikit takut dengan sikap dan teriakan Vian. Pasalnya sudah yang ketiga kali ini Septa berusaha untuk kabur, yang pertama ia kabur lewat balkon rumah sehingga membuat pintu yang menuju kearah balkon di kunci dan di rantai tidak bisa terbuka, pada usaha yang pertama Septa gagal karena ketahuan oleh penjaganya. Yang kedua ketika Vian datang dan semua penjaga dipanggil oleh Vian, Septa sempat kabur namun gagal karena Vian memergokinya. Dan kali ini usahanya yang hampir berhasil juga gagal.
“Mau kamu apa? Aku tidak mengerti mau kamu apa, aku bosan dirumah ini AKU BOSAN”. Teriak Septa. Teriakan Septa mampu terdengar oleh para penjaga yang tentunya nanti harus siap-siap kena semprot oleh Vian karena hampir saja membuat Septa kabur.
“Kamu harus menanggung apa yang sudah keluargamu lakukan di masalalu”. Ujar Vian, sorot matanya tampak begitu marah.
“Maksud kamu apa?”.
“Mungkin kamu hanya korban dari kesalahan kakakmu Tio. Kamu tentunya sedikit ingat dengan kakakmu Tio”.
“Kakakku?Tio?Siapa?Aku sama sekali tidak tahu dengan itu semua, aku yatim piatu dan tidak punya keluarga”. Vian tersenyum sisnis, sebenarnya Vian sudah tahu kalau pasti Septa tidak ingat kalau dulunya ia pernah punya keluarga, ia punya orang tua dan kakak laki-laki bernama Tio. Septa adalah anak dari seorang pengusaha perkebunan, Andre Kamajaya. Dulu perusahaan orang tua Septa sangatlah besar dan karena itulah Tio yang memang satu-satu pewaris perusahaan Kamajaya bisa bersikap seenaknya sendiri. Tio lelaki yang sombong dan segala yang ia inginkan harus dipenuhi. Waktu itu Tio ingin menjadikan Mira, kakak perempuan Vian sebagai istrinya namun Mira tidak setuju. Mira tidak mencintai Tio, tetapi bukan Tio namanya kalau keinginannya tidak terpenuhi. Tio menculik paksa Mira dan memaksa Mira untuk mau menjadi istrinya. Keluarga Vian sudah melakukan berbagai cara untuk bisa menemukan Mira, tetapi hukum lebih berpihak kepada uang dan kasus hilangnya Mira tidak diteruskan. Selang beberapa bulan setelah penculikan Mira, mama Vian jatuh sakit karena terlalu depresi memikirkan Mira dan akhirnya meninggal dunia. Sedangkan Papanya mengalami kecelakaan pada saat 1 minggu setelah meninggalnya Mama Vian. Vian hidup sendiri dan ia bertekat untuk membalaskan dendam keluarganya kepada keluarga Kamajaya.
Vian semakin lama tumbuh menjadi seorang pria yang tegar dan pintar, ia mulai membangun bisnis warisan orang tuanya yang sempat hampir bangkrut. Hingga sampai ia mendengar bahwa perusahaan Kamajaya mengalami kebangkrutan karena Tio tidak mampu untuk mengelola perusahaan dengan sikapnya yang suka menghambur-hamburkan uang. Vian juga masih terus mencari keberadaan Mira dan sampai akhirnya ia mendengar bahwa Mira mengalami kecelakaan ketika hendak kabur dari Tio. Vian sangat terpukul ketika tahu berita itu dan saat ini ia membulatkan tekatnya untuk benar-benar harus bisa  membalaskan dendamnya kepada semua keturunan Kamajaya.
Setelah bangkrutnya perusahaan Kamajaya dikabarkan bahwa Andre Kamajaya mulai sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Sementara istrinya beserta Tio dan Septa kecil ketika hendak berpindah dari rumahnya ke rumah warisan neneknya mengalami kecelakaan yang membuat Mama dan Kakak Septa meninggal dunia. Septa pada saat itu masih berumur 4 tahun. Vian yang mengetahui kecelakaan itu berinisiatif untuk membawa Septa dan menaruh Septa di Yayasan keluarganya. Pada saat itu Vian sudah berumur 23 Tahun.
Sekarang Septa sudah besar, Septa sudah berumur 20 tahun, ia tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar. Vian juga selalu mengamati setiap perkembangan Septa. Vian berniat membuat Septa merasakan apa yang Mira rasakan. Tersekap di tempat yang kita tidak tahu tanpa ada aktivitas apapun dan tanpa boleh kemanapun itu sangat menyiksa dan itu yang ingin Vian berikan kepada Septa.
“Kau paham”. Penjelasan panjang lebar Vian begitu membuat Septa terkejut. Selama ini ia sama sekali tidak mengingat tentang keluarganya. Tapi ia memamng sering bermimpi seorang wanita yang memeluknya dengan saying, seorang pria muda yang walaupun kelihatannya arogan tapi ketika memandang Septa raut wajahnya berubah jadi begitu hangat. Mungkin mimpi – mimpinya selama ini itu adalah tentang keluarganya.
Tanpa terasa Septa meneteskan air matanya, menangisi kekejaman kakaknya dan menangisi kenapa ia tidak ikut meninggal pada saat kecelakaan itu terjadi.
“Kau seharusnya bersukur karena aku masih mau memungutmu dan membuatmu bisa tinggal serta mendapatkan pekerjaan di Yayasan ku”.
“Aku lebih memilih mati daripada tahu semua kenyataan yang terjadi dimasa lalu keluargaku. Aku sama sekali tidak menahu dengan semua kejadian itu, tetapi kenapa kamu melampiaskan semuanya kepadaku”.
Vian berjalan mendekati Septa, jarak mereka sangat dekat hingga Septa bisa merasakan hembusan nafas Vian di wajahnya. Vian setengah berbisik ketelinga Septa, “Karena kau adalah Kamajaya.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar